Halaman
IPS SMP/MTs Kelas IX
77
Bab
IV
Peristiwa-Peristiwa
Politik dan Ekonomi
Indonesia Pasca
Pengakuan Kedaulatan
Sumber : 30 Tahun Indonesia Merdeka 2, PT Tira Pustaka, 1983. hlm. 88
Gb. 4.1
Tanda-tanda gambar pada Pemilihan Umum Pertama Tahun 1955, yang diikuti banyak partai politik,
organisasi dan perorangan.
Pada tahun 2004, negara Indonesia mengadakan pemilu yang diikuti oleh 24
partai politik. Perhatikan gambar di atas! Pemilu di Indonesia dimulai pada tahun
1955 yang diikuti puluhan partai, organisasi masa, dan perorangan.
78
IPS SMP/MTs Kelas IX
Peta Konsep
Kata Kunci
Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan bab ini, diharapkan siswa dapat:
1. Mendeskripsikan proses kembalinya Republik Indonesia.
2. Mendeskripsikan Pemilihan Umum 1955 di tingkat pusat dan daerah.
3. Menjelaskan alasan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan pengaruh yang
ditimbulkannya.
4. Menjelaskan dampak hubungan pusat-daerah terhadap kehidupan politik nasional dan
daerah sampai awal tahun 1960-an.
Peristiwa-Peristiwa Politik
dan Ekonomi Indonesia
Pasca Pengakuan
Kedaulatan
Proses kembali ke NKRI
Pemilu I 1955 di tingkat pusat dan daerah
Dekrit Presiden dan pengaruhnya
Dampak hubungan pusat-daerah, terhadap
kehidupan politik nasional dan daerah
sampai awal tahun 1960-an
- NKRI
- Dekrit Presiden
- Pemilu I 1955
- G
erakan sparatis
IPS SMP/MTs Kelas IX
79
Masih ingatkah kalian bahwa setiap kali akan diselenggarakan Pemilihan Umum
diadakan kampanye dari masing- masing partai politik peserta pemilu? Dalam
kampanye tersebut dipaparkan masing- masing program partainya. Hal ini
merupakan pendidikan politik bagi rakyat. Akan tetapi dalam kampanye seringkali
ada kejadian- kejadian yang tidak diinginkan karena adanya pelanggaran dari aturan
yang dibuat bersama. Rakyat sering menjadi korban dari orang- orang yang tidak
bertanggung jawab ketika adanya arak- arakan kampanye. Walaupun seringkali
memakan korban dari kampanye yang merupakan rentetan dari pemilu, namun
Pemilihan Umum tetap diadakan sebab merupakan syarat sebagai negara yang
menjunjung tinggi demokrasi.
Indonesia sebagai negara demokrasi mulai melaksanakan Pemilihan Umum
pada tahun 1955. Pemilu I tahun 1955 yang didambakan rakyat dapat meperbaiki
keadaan ternyata hasilnya tidak memenuhi harapan rakyat. Krisis politik yang
berkepanjangan akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit pada tanggal
5 Juli 1959. Sejak itulah kehidupan bangsa Indonesia di bawah kekuasaan Demokrasi
Terpimpin. Peristiwa-peristiwa politik dan ekonomi Indonesia pasca Pengakuan
Kedaulatan tersebut akan kita pelajari dalam bab ini.
Seperti telah kalian pelajari pada bab II bahwa dengan melalui perjuangan
bersenjata dan diplomasi akhirnya bangsa Indonesia memperoleh pengakuan
kedaulatan dari Belanda. Penandatanganan pengakuan kedaulatan tersebut
dilaksanakan pada tanggal 27 Desember 1949. Dengan diakuinya kedaulatan
Indonesia ini maka bentuk negara Indonesia adalah menjadi negara serikat dengan
nama Republik Indonesia Serikat (RIS). Sedangkan Undang – Undang Dasar atau
Konstitusi yang digunakan adalah Undang- Undang Dasar RIS.
Tentunya kalian masih ingat bahwa salah satu hasil Konferensi Meja Bundar
adalah bahwa Indonesia menjadi Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
Selanjutnya setelah KMB kemudian dilaksanakan pengakuan kedaulatan dari Belanda
kepada RIS pada tanggal 27 Desember 1949. Berdasarkan UUD RIS bentuk negara
kita adalah federal, yang terdiri dari tujuh negara bagian dan sembilan daerah
otonom. Adapun tujuh negara bagian RIS tersebut adalah :
(1) Sumatera Timur,
(2) Sumatera Selatan,
(3) Pasundan,
(4) Jawa Timur,
(5) Madura,
(6) Negara Indonesia Timur, dan
(7) Republik Indonesia (RI).
A
Proses Kembali ke Negara Kesatuan RI (NKRI)
80
IPS SMP/MTs Kelas IX
III
Negara-negara bagian di atas serta daerah- daerah otonom merupakan negara
boneka ( tidak dapat bergerak sendiri) adalah ciptaan Belanda. Negara- negara boneka
ini dimaksudkan akan dikendalikan Belanda yang bertujuan untuk mengalahkan
RI yang juga ikut di dalamnya. Bentuk negara federalis bukanlah bentuk negara
yang dicita- citakan oleh bangsa Indonesia sebab tidak sesuai dengan cita- cita
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu setelah RIS berusia kira- kira
enam bulan, suara- suara yang menghendaki agar kembali ke bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia semakin menguat. Sebab jiwa Proklamasi 17 Agustus
1945 menghendaki adanya persatuan seluruh bangsa Indonesia. Hal inilah yang
menjadi alasan bangsa Indonesia untuk kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Kedudukan golongan mereka yang setuju dengan bentuk negara Serikat
(golongan federalis) semakin terlihat kejahatannya ketika Sultan Hamid dari
Kalimantan Barat yang menjabat sebagai Menteri Negara bersekongkol dengan
Westerling. Raymond Westerling melakukan aksi pembantaian terhadap ribuan
rakyat di Sulawesi Selatan yang tidak berdosa dengan menggunakan APRAnya.
Sumber: Atlas dan Lukisan Sejarah, CV Baru
Gb. 4.2
Peta Negara RIS
Sedangkan kesembilan daerah otonom itu adalah:
(1) Riau,
(6) Banjar,
(2) Bangka,
(7) Kalimantan Tenggara,
(3) Belitung,
(8) Kaliman
tan Timur, dan
(4) Kalimantan Barat,
(9) Jawa Tengah.
(5) Dayak Besar,
Keterangan:
I. Republik Indonesia
II. Dayak Besar
III. Neg
ara Indonesia Timur
IV. Borneo Tenggara
V. Borneo Timur
VI. Borneo Barat
VII. Bangka
VIII.Belitung
IX. Riau
X. Sumatera Timur
XI. Banjar
XII. Madura
XIII.Pasundan
XIV. Sumatera Selatan
XV. Jawa Timur
XVI.Jawa Tengah
ditambah Distrik Federal Jakarta
SAMUDERA HINDIA
Selat Malaka
Daerah Republik Indonesia
menurut Perjanjian Meja Bundar
I
II
VI
IX
XIV
V
XI
IV
XVI
VII
I
I
XIII
XV
IPS SMP/MTs Kelas IX
81
Petualangan APRA (Angkatan
Perang Ratu Adil) di Bandung pada
bulan Januari 1950 menjadikan rakyat
semakin tidak puas terhadap kondisi
pemerintahan RIS. Oleh karena itu
rakyat Bandung menuntut dibubar-
kannya pemerintahan negara
Pasundan untuk menggabungkan diri
dengan RI. Pada bulan Februari 1950
pemerintah RIS mengeluarkan
undang-undang darurat yang isinya
pemerintah Pasundan menyerahkan
kekuasaannya pada Komisaris Negara
(RIS), Sewaka.
Gerakan yang dilakukan di Pasundan ini kemudian diikuti oleh Sumatera
Selatan dan negara-negara bagian lain. Negara-negara bagian lain yang menyusul itu
cenderung untuk bergabung dengan RI. Pada akhir Maret 1950 tinggal empat negara
bagian saja dalam RIS, yakni Kalimantan Barat, Sumatera Timur, Negara Indonesia
Timur, dan RI setelah diperluas. Selanjutnya pada tanggal 21 April 1950 Presiden
Sukawati dari NIT mengumumkan bahwa NIT bersedia bergabung dengan RI
menjadi negara kesatuan.
Melihat dukungan untuk kembali ke NKRI semakin luas, maka
diselenggarakanlah pertemuan antara Moh. Hatta dari RIS, Sukawati dari Negara
Indonesia Timur dan Mansur dari Negara Sumatera Timur. Akhirnya pada tanggal
19 Mei 1950 diadakanlah konferensi antara wakil-wakil RIS yang juga mewakili NIT
dan Sumatera Timur dengan RI di Jakarta. Dalam konferensi ini dicapai kesepakatan
untuk kembali ke Negara Kesatuan RI. Kesepakatan ini sering disebut dengan
Piagam
Persetujuan
, yang isinya sebagai berikut.
1). Kesediaan bersama untuk membentuk negara kesatuan sebagai penjelmaan dari
negara RIS yang berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945.
2). Penyempurnaan Konstitusi RIS, dengan memasukkan bagian-bagian penting
dari UUD RI tahun 1945.
Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan kembali ke NKRI maka proses kembali
ke NKRI tersebut dilakukan dengan cara mengubah Undang-Undang Dasar RIS
menjadi Undang- Undang Dasar Sementara RI. Undang Dasar Sementara RI ini
disahkan pada tanggal 15 Agustus 1950 dan mulai berlaku tanggal 17 Agustus 1950.
Dengan demikian sejak saat itulah Negara Kesatuan RI menggunakan UUD
Sementara (1950) dan demokrasi yang diterapkan adalah Demokrasi Liberal dengan
sistem Kabinet Parlementer. Jadi berbeda dengan UUD 1945 yang menggunakan
Sistem Kabinet Presidensiil.
Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka
Gb.4.3
Rakyat Bandung menuntut dibubarkan Negara
Pasundan
82
IPS SMP/MTs Kelas IX
Semenjak Indonesia menggunakan sistem Kabinet Parlementer keadaan politik
tidak stabil. Partai-partai politik tidak bekerja untuk kepentingan rakyat akan tetapi
hanya untuk kepentingan golongannya saja. Wakil-wakil rakyat yang duduk di
Parlemen merupakan wakil-wakil partai yang saling bertentangan. Keadaan yang
demikian rakyat menginginkan segera dilaksanakan pemilihan umum. Dengan
pemilihan umum diharapkan dapat terbentuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
sehingga dapat memperjuangkan aspirasi rakyat sehingga terbentuk pemerintahan
yang stabil.
Pemilihan Umum merupakan program pemerintah dari setiap kabinet, misalnya
kabinet Alisastroamijoyo I bahkan telah menetapkan tanggal pelaksanaan pemilu.
Akan tetapi Kabinet Ali I tersebut sudah jatuh sebelum melaksanakan Pemilihan
Umum. Akhirnya pesta demokrasi rakyat tersebut baru dapat dilaksanakan pada
masa pemerintahan Kabinet Burhanuddin Harahap.
Pelaksanaan Pemilihan Umum sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
Panitia Pemilihan Umum Pusat dilaksanakan dalam dua gelombang, yakni :
1. gelombang I, tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota- anggota
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan
2. gelombang II, tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota- anggota
Konstituante (Badan Pembuat Undang- Undang Dasar).
Suatu pesta demokrasi nasional pertama kali yang diadakan sejak Indonesia
merdeka itu dilakukan oleh lebih dari 39 juta rakyat Indonesia. Mereka mendatangi
tempat-tempat pemungutan suara guna menyalurkan haknya sebagai pemilih. Dalam
pelaksanakannya, Indonesia dibagi dalam 16 daerah pemilihan yang meliputi 208
kabupaten, 2.139 kecamatan, dan 43.429 desa.
Wawasan Kebinekaan
Bentuk negara Serikat yang terdiri atas negara-negara bagian merupakan keinginan pemerintah
kolonial Belanda untuk memecah belah persatuan. Oleh karena itu patutlah kita syukuri
kewaspadaan bangsa Indonesia atas tipu daya untuk memecah belah persatuan, sehingga
masih kita pertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemilihan Umum I Tahun 1955 di Tingkat Pusat
dan Daerah
B
IPS SMP/MTs Kelas IX
83
Dalam Pemilihan Umum tersebut
diikuti oleh banyak partai politik,
organisasi, dan perorangan pun juga
ikut, sehingga DPR terbagi dalam
banyak fraksi di antaranya keluar
sebagai empat besar adalah : (1) Fraksi
Masyumi (60 anggota); (2) Fraksi PNI
(58 anggota); (3) Fraksi NU
(47 anggota); (4) Fraksi PKI (32
anggota). Seluruh anggota DPR hasil
Pemilu I tersebut berjumlah 272
anggota, yaitu dengan perhitungan
bahwa seorang anggota DPR mewakili
300.000 orang penduduk. Sedangkan anggota Konstituante berjumlah 542 orang.
Pada tanggal 25 Maret 1956 DPR hasil pemilihan umum dilatik. Sedangkan anggota
konstituante dilantik pada tanggal 10 November 1956.
Pemilihan Umum I tahun 1955 berjalan secara demokratis, aman, dan tertib
sehingga merupakan suatu prestasi yang luar biasa di mana rakyat telah dapat
menyalurkan haknya tanpa adanya paksaan dan ancaman. Walaupun Pemilu berjalan
sukses akan tetapi hasil dari Pemilu tersebut belum dapat memenuhi harapan rakyat
karena masing- masing partai masih mengutamakan kepentingan partainya daripada
untuk kepentingan rakyat. Oleh karena itu pada waktu itu masih mengalami krisis
politik dan berakibat lahirnya Demokrasi Terpimpin.
Pada Pemilu I tahun 1955 rakyat selain memilih anggota DPR juga memilih
anggota badan Konstituante. Badan ini bertugas menyusun Undang-Undang Dasar
sebab ketika Indonesia kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak tanggal
17 Agustus 1945 menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara (1950). Sejak itu
pula di negara kita diterapkan Demokrasi Liberal dengan sistem Kabinet Parlementer.
Pertentangan antarpartai politik seringkali terjadi. Situasi politik dalam negeri tidak
stabil dan di daerah-daerah mengalami kegoncangan karena berdirinya berbagai
dewan, seperti Dewan Manguni di Sulawesi Utara, Dewan Gajah di Sumatera Utara,
Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Garuda di Sumatera Selatan, Dewan
Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan yang kemudian menjadi gerakan yang
ingin memisahkan diri.
C
Dekrit Presiden T anggal 5 Juli 1959 dan
Pengaruh yang Ditimbulkannya
Gb.4.4
Tanda-tanda gambar partai- partai peserta Pemilu I
tahun 1955
.
Sumber : 30 Tahun Indonesia Merdeka 3, hal. 88.
84
IPS SMP/MTs Kelas IX
Karena keadaan politik yang tidak stabil maka Presiden Soekarno pada tanggal
21 Februari 1957 mengemukakan konsepnya yang terkenal dengan “Konsepsi
Presiden” yang isinya antara lain sebagai berikut.
1. Sistem Demokrasi Liberal akan diganti dengan Demokrasi Terpimpin.
2. Akan dibentuk “Kabinet Gotong Royong”, yang menteri-menterinya terdiri atas
orang-orang dari empat partai besar ( PNI, Masyumi, NU, dan PKI).
3. Pembentukan Dewan Nasional yang terdiri atas golongan-golongan fungsional
dalam masyarakat. Dewan ini bertugas memberi nasihat kepada kabinet baik
diminta maupun tidak.
Partai-partai Masyumi, NU, PSII, Katholik, dan PRI menolak konsepsi ini dan
berpenadapat bahwa merubah susunan ketatanegaraan secara radikal harus
diserahkan kepada konstituante. Karena keadaan politik semakin hangat maka
Presiden Soekarno mengumumkan
Keadaan Darurat Perang
bagi seluruh wilayah
Indonesia. Gerakan-gerakan di daerah kemudian memuncak dengan pemberontakan
PRRI dan Permesta.
Setelah keadaan aman maka Konstituante mulai bersidang untuk menyusun
Undang-Undang Dasar. Sidang Konstituante ini berlangsung sampai beberapa kali
yang memakan waktu kurang lebih tiga tahun, yakni sejak sidang pertama di
Bandung tanggal 10 November 1956 sampai akhir tahun 1958. Akan tetapi sidang
tersebut tidak membuahkan hasil yakni untuk merumuskan Undang-Undang Dasar
dan hanya merupakan perdebatan sengit.
Perdebatan-perdebatan itu semakin memuncak ketika akan menetapkan dasar
negara. Persoalan yang menjadi penyebabnya adalah adanya dua kelompok yakni
kelompok partai-partai Islam yang menghendaki dasar negara Islam dan kelompok
partai-partai non-Islam yang menghendaki dasar negara Pancasila. Kelompok
pendukung Pancasila mempunyai suara lebih besar daripada golongan Islam akan
tetapi belum mencapai mayoritas 2/3 suara untuk mengesahkan suatu keputusan
tentang Dasar Negara (pasal 137 UUD S 1950).
Pada tanggal 22 April 1959 di
hadapan Konstituante, Presiden Soekarno
berpidato yang isinya menganjurkan
untuk kembali kepada Undang-Undang
Dasar 1945. Pihak yang pro dan militer
mendesak kepada Presiden Soekarno
untuk segera mengundangkan kembali
Undang-Undang Dasar 1945 melalui
dekrit. Akhirnya pada tanggal 5 Juli 1959
Presiden Sukarno menyampaikan dekrit
kepada seluruh rakyat Indonesia. Adapun
isi Dekrit Presiden tersebut adalah:
Sumber : 30 Tahun Indonesia Merdeka 2, hal. 144.
Gb.4.5
Presiden Sukarno sedang membacakan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 di Istana Merdeka.
IPS SMP/MTs Kelas IX
85
1) pembubaran Konstituante,
2) berlakunya kembali UUD 1945, dan tidak berlakunya lagi UUD S 1950, serta
3) pemakluman bahwa pembentukan MPRS dan DPAS akan dilakukan dalam
waktu sesingkat-singkatnya.
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka negara kita memiliki
kekuatan hukum untuk menyelamatkan negara dan bangsa Indonesia dari ancaman
perpecahan.
Sebagai tindak lanjut dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka dibentuklah beberapa
lembaga negara yakni: Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), Dewan
Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) maupun Dewan Perwakilan Rakyat Gotong
Royong (DPR - GR).
Dalam pidato Presiden Soekarno
berpidato pada tanggal 17 Agustus 1959
yang berjudul “Penemuan Kembali
Revolusi Kita”. Pidato yang terkenal
dengan sebutan “Manifesto Politik
Republik Indonesia” (MANIPOL) ini oleh
DPAS dan MPRS dijadikan sebagai Garis-
garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Menurut Presiden Soekarno bahwa inti
dari Manipol ini adalah Undang- Undang
Dasar 1945, Sosialisme Indonesia,
Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Ter-
pimpin, dan Kepribadian Indonesia.
Kelima inti manipol ini sering disingkat
USDEK.
Dengan demikian sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memiliki
pengaruh yang besar dalam kehidupan bernegara ini baik di bidang politik, ekonomi
maupun sosial budaya. Dalam bidang politik, semua lembaga negara harus berintikan
Nasakom yakni ada unsur Nasionalis, Agama, dan Komunis. Dalam bidang ekonomi
pemerintah menerapkan ekonomi terpimpin, yakni kegiatan ekonomi terutama
dalam bidang impor hanya dikuasai orang- orang yang mempunyai hubungan dekat
dengan pemerintah. Sedangkan dalam bidang sosial budaya, pemerintah melarang
budaya-budaya yang berbau Barat dan dianggap sebagai bentuk penjajahan baru
atau Neo Kolonialis dan imperalisme (Nekolim) sebab dalam hal ini pemerintah
lebih condong ke Blok Timur.
Sumber : 30 Tahun Indonesia Merdeka 2, hal. 149.
Gb.4.6
Presiden Sukarno sedang berpidato pada HUT
Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1959.
86
IPS SMP/MTs Kelas IX
Semenjak diakuinya kedaulatan RI tanggal 27 Desember 1949 sampai tahun
1960 Indonesia mengalami berbagai situasi sebagai dampak dari keadaan politik
nasional. Beberapa hal yang menjadi persoalan di antaranya adalah hubungan pusat-
daerah, persaingan ideologi, dan pergolakan sosial politik.
1. Hubungan Pusat-Daerah
Setelah memperoleh pengakuan kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949
bangsa Indonesia telah berhasil melaksanakan agenda besar yakni Pemilihan Umum
I tahun 1955. Pemilu I yang merupakan pengalaman awal tersebut telah terlaksana
dengan lancar dan aman sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hanya saja hasil
dari Pemilu I tersebut belum dapat merubah nasib bangsa Indonesia ke arah yang
lebih sejahtera karena parta- partai politik hanya memikirkan kepentingan partainya.
Terbentuknya Kabinet Ali Sastroamijoyo II pada tanggal 24 Maret tahun 1956
berdasarkan perimbangan partai- partai dalam Parlemen tidak berumur panjang
karena mendapat oposisi dari daerah- daerah di luar Jawa dengan alasan bahwa
pemerintah mengabaikan pembangunan daerah. Oposisi dari daerah terhadap
pemerintah pusat ini didukung oleh para panglima daerah kemudian dilanjutkan
dengan gerakan- gerakan yang berusaha memisahkan diri (separatis) dari pemerintah
pusat sehingga hubungan antara pusat dengan daerah kurang harmonis.
Pada akhir tahun 1956 beberapa panglima militer di berbagai daerah
membentuk dewan-dewan yang ingin memisahkan diri dari pemerintah pusat,
yakni sebagai berikut.
(1) Pada tanggal 20 November 1956 di
Padang, Sumatera Barat berdiri
Dewan Banteng
yang dipimpin oleh
Letnan Kolonel Achmad Husein.
(2) Di Medan, Sumatera Utara berdiri
Dewan Gajah
yang dipimpin oleh
Kolonel Simbolon.
(3) Di Sumatera Selatan berdiri
Dewan
Garuda
yang dipimpin oleh Kolonel
Barlian.
(4) Di Manado, Sulawesi Utara berdiri
Dewan Manguni
yang dipimpin oleh
Kolonel Ventje Sumual.
D
Dampak Persoalan Hubungan Pusat Daerah
terhadap Kehidupan Politik Nasional dan Daerah
Sampai Awal Tahun 1960-an
Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka
Gb.4.7
Kolonel Simbolon, Ketua Dewan Gajah
mengumumkan pengambilalihan kekuasaan yang
berada di wilayah TT I serta tidak mengakui Kabinet
Ali Sastroamijoyo melalui studio RRI.
IPS SMP/MTs Kelas IX
87
Terbentuknya beberapa dewan di atas merupakan oposisi dari daerah yang guna
melakukan protes terhadap kebijakan pemerintah pusat. Pangkal permasalahan dari
pertentangan antara Pemerintah Pusat dan beberapa Daerah ini adalah masalah
otonomi serta perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah. Hal ini menjadikan
hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Daerah kurang harmonis.
Dalam menghadapi gerakan yang dilakukan beberapa dewan di atas, pemerintah
mengambil beberapa langkah untuk menyelesaikan masalah antara Pemerintah Pusat
dengan daerah-daerah dengan cara musyawarah. Akan tetapi, usaha- usaha
musyawarah yang dilakukan pemerintah tidak dapat menyelesaikan permasalahan
bahkan muncul pemberontakan terbuka pada bulan Februari 1958, yang dikenal
sebagai Pemberontakan PRRI-Permesta. Jadi hubungan pemerintah pusat dan daerah
yang kurang harmonis mengakibatkan munculnya pemberontakan di daerah-daerah
sehingga mengganggu stabilitas politik.
2. Persaingan Golongan Agama dan Nasionalis
Persaingan antara kelompok Islam dan kelompok nasionalis/sosialis/non Islam
mulai terasa sejak tahun 1950. Partai- partai politik terpecah- pecah dalam berbagai
ideologi yang sukar dipertemukan dan hanya mementingkan golongannya sendiri.
Pada saat itu kabinet yang berkuasa silih berganti. Dalam waktu singkat saja dari
tahun 1950-1955 terdapat 4 buah kabinet yang memerintah, sehingga rata-rata tiap
tahun berganti kabinet. Kabinet- kabinet tersebut secara berturut-turut sebagai
berikut.
a. Kabinet Natsir (6 September 1950-20 Maret 1951)
Kabinet ini dipimpin oleh Perdana Menteri Mohammad Natsir dari Masyumi.
Pada tanggal 20 Maret 1951 Kabinet Natsir bubar sehingga mandatnya diserahkan
kepada Presiden Soekarno pada tanggal 21 Maret 1951. Adapun penyebab bubarnya
kabinet ini antara lain kegagalan perundingan soal Irian Barat dengan Belanda. Selain
itu juga pembentukan DPRD dianggap menguntungkan Masyumi sehingga
menimbulkan mosi tidak percaya dari Parlemen.
b. Kabinet Sukiman (t anggal 26 April 1951- Februari 1952)
Kabinet ini mulai resmi dipimpin oleh Dr. Sukiman Wirjosandjojo (Masyumi)
dan Suwirjo (PNI). Dalam melaksanakan politik luar negerinya, Kabinet Sukiman
dituduh terlalu condong kepada Amerika Serikat, yakni dengan ditandatanganinya
persetujuan bantuan ekonomi dan persenjataan dari Amerika Serikat kepada
Indonesia atas dasar
Mutual Security Act
(MSA). Terhadap masalah ini Masyumi dan
PNI mengajukan mosi tidak percaya dan jatuhlah Kabinet Sukiman. Selanjutnya
Kabinet Sukiman menyerahkan mandatnya kepada Presiden Sukarno pada bulan
Februari 1952.
88
IPS SMP/MTs Kelas IX
c. Kabinet Wilopo (April 1952-2 Juni 1953)
Kabinet ini dipimpin oleh Mr.
Wilopo dari PNI. Kabinet Wilopo
berusaha melaksanakan programnya
sebaik-baiknya. Akan tetapi banyak
masalah yang dihadapi antara lain
timbulnya gerakan separatisme, yakni
gerakan yang ingin memisahkan diri
dari pemerintah pusat. Misalnya di
Sumatera dan Sulawesi timbul rasa tidak
puas terhadap pemerintah pusat dengan
alasan karena kekecewaan akibat
ketidakseimbangan alokasi keuangan
yang diberikan pusat ke daerah. Selain
itu juga adanya tuntutan diperluasnya
hak otonomi daerah.
Kekacauan politik diperparah dengan adanya
Peristiwa Tanjung Morawa
di
Sumatera Timur pada tanggal 16 Maret 1953. Dalam peristiwa ini polisi mengusir
para penggarap tanah milik perkebunan. Penduduk yang dihasut oleh kaum komunis
menolak pergi dan melawan aparat negara. Akhirnya terjadilah bentrokan antara
penduduk dengan polisi. Peristiwa ini memunculkan mosi tidak percaya yang
kemudian kabinet Wilopo jatuh pada tanggal 2 Juni 1953.
d. Kabinet Ali Sastroamidjoyo I (31 Juli 1953 – 24 Juli 1955)
Kabinet ini terbentuk pada tanggal 31 Juli 1953 yang dipimpin oleh Mr. Ali
Sastroamidjoyo dari unsur PNI sebagai Perdana Menteri. Walaupun banyak
menghadapi kesulitan, kabinet Ali I ini berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia-
Afrika di Bandung pada tanggal 18-24 April 1955. Pada tanggal 24 Juli 1955 Kabinet
Ali I jatuh disebabkan adanya persoalan dalam TNI-AD, yakni soal pimpinan TNI-
AD menolak pimpinan baru yang diangkat oleh Menteri Pertahanan tanpa
menghiraukan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan TNI-AD.
Dengan sistem kabinet parlementer, kekuasaan pemerintahan tertinggi dipegang
oleh Perdana Menteri. Perdana Menteri ini bersama para menteri (kabinet)
bertanggungjawab kepada parlemen. Jadi apabila parlemen tidak menyetujui
kebijakan pemerintah maka dapat menjatuhkannya. Pada waktu itu Parlemen terlalu
sering menjatuhkan kabinet maka pemerintah tidak dapat menjalankan programnya.
Persaingan ideologi juga tampak dalam tubuh konstituante. Konstituante hasil
Pemilu I mulai bersidang pada tanggal 10 November 1956. Pada saat itu negara
dalam keadaan kacau disebabkan oleh pergolakan di daerah. Anggota- anggota
Konstituante juga seperti anggota- anggota DPR, yakni terdiri dari wakil- wakil dari
puluhan partai. Mereka terbagi atas dua kelompok utama yakni kelompok Islam
dan kelompok nasionalis/sosialis/non Islam. Antara dua kelompok tersebut ternyata
Sumber : 30 Tahun Indonesia Merdeka 2, hal.66.
Gb.4.8
Anggota-anggota Kabinet Wilopo bersama
Presiden dan Wakil Presiden
IPS SMP/MTs Kelas IX
89
tidak pernah tercapai kata sepakat mengenai isi Undang-Undang Dasar. Sidang
Konstituante yang selalu diwarnai dengan perdebatan ini akhirnya mendorong
presiden mengemukakan gagasan untuk kembali ke Undang-Undang Dasar 1945
melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Dengan demikian persaingan antara kelompok agama dan nasionalis yang
berlangsung sampai awal tahun 1960-an mengakibatkan keadaan politik nasional
tidak stabil. Hal tersebut sangat mengganggu jalannya pemerintahan baik di tingkat
pusat maupun daerah.
3. Pergolakan Sosial Politik
Pemilihan Umum I 1955 belum dapat membawa perubahan menuju
kesejahteraan bagi rakyat Indonesia, misalnya belum ada tanda-tanda perbaikan
ekonomi terutama di daerah-daerah. Hal ini menimbulkan protes baik secara
langsung maupun tidak langsung oleh daerah terhadap pemerintah pusat. Protes
tidak langsung pertama kali terjadi pada tahun 1956 yang dijadikan sebagai
sasarannya adalah orang Cina terutama dianggap hanya mencari untung di bumi
Indonesia. Sebagai penggerak dalam protes ini adalah Asaat (Mantan Menteri Dalam
Negeri Kabinet Natsir dan Pejabat Presiden RI ketika Soekarno menjabat Presiden
RIS) yang didukung oleh pengusaha-pengusaha pribumi. Dalam menghadapi protes
ini akhirnya pemerintah menegaskan tekadnya untuk membantu usaha-usaha
pribumi.
Protes yang lain juga dilakukan oleh daerah-daerah di luar Jawa dengan alasan
pusat tidak memperhatikan daerah. Khususnya di Sulawesi Utara dan Sumatera
Utara pemerintah dianggap membiarkan penyelundupan-penyelundupan yang
dilindungi penguasa-penguasa daerah. Beberapa daerah di Sumatera dan Sulawesi
merasa tidak puas dengan alokasi biaya pembangungan yang diterimanya dari pusat.
Selain itu kelemahan pemerintah pusat dalam menjalankan kebijakan politik di
daerah-daerah terbukti tampilnya perebutan kekuasaan di daerah oleh pihak militer.
Menurut pandangan mereka pemerintah pusat tidak cakap dalam memerhatikan
kepentingan daerah, tidak adil dalam pembagian pendapatan ekspor dan terlalu
birokratis dalam menyelesaikan sesuatu urusan, bahkan untuk urusan yang
mendesak. Kelemahan-kelemahan pusat ini nantinya akan berakibat munculnya
pemberontakan di daerah-daerah.
Pergolakan di daerah ini diawali dengan adanya gerakan pengambilalihan
kekuasaan oleh Dewan Banteng yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Achmad Husein
di daerah Sumatera Tengah dari Gubernur Ruslan Mulyohardjo pada tanggal
20 Desember 1956. Gerakan ini selanjutnya diikuti oleh terbentuknya Dewan Gajah,
dan Dewan Manguni. Gerakan pengambilalihan kekuasaan ini selanjutnya pecah
menjadi pemberontakan terbuka pada bulan Februari 1958 yang dikenal dengan
pemberontakan “PRRI-Permesta.”
90
IPS SMP/MTs Kelas IX
Sumber : 30 Tahun Indonesia Merdeka 2, hal. 26
Gb. 4.9
Anggota TNI yang menjadi korban gerombolan
teroris APRA di Bandung
Adapun secara singkat terjadinya pemberontakan-pemberontakan yang
merupakan pergolakan sosial politik pasca pengakuan kedaulatan tersebut sebagai
berikut.
a. Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)
Salah satu isi dari persetujuan KMB Pada tanggal 2 November 1949 adalah bahwa
pembentukan Angkatan Perang RIS (APRIS) dengan TNI sebagai intinya. Ternyata
pembentukan APRIS ini menimbulkan ketegangan-ketegangan dan dipertajam
dengan pertentangan politik antara golongan “federalis” yang ingin tetap
mempertahankan bentuk negara bagian dengan golongan “unitaris” yang
menghendaki negara kesatuan.
Pada tanggal 23 Januari 1950 di
Bandung Kapten Raymond Westerling
memimpin gerombolan Angkatan Perang
Ratu Adil (APRA). Gerombolan ini
memberikan ultimatum kepada
pemerintah RIS dan Negara Pasundan
agar mereka diakui sebagai “Tentara
Pasundan” dan menolak usaha-usaha
untuk membubarkan negara boneka
tersebut. Gerombolan APRA yang
menyerang kota Bandung gersebut
berjumlah kurang lebih 800 orang dan
terdiri dari bekas KNIL. Dalam
serangannya ke kota Bandung, tentara
APRA juga melakukan perampokan-
perampokan.
Upaya pemerintah RIS untuk menumpas gerombolan APRA tersebut dengan
mengirimkan bantuan kesatuan-kesatuan polisi dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Akhirnya pada tanggal 24 Januari 1950 pasukan TNI berhasil menghancurkan
gerombolan APRA sedangkan Westerling melarikan diri ke luar negeri dengan
menumpang pesawat Catalina milik Angkatan Laut Belanda.
b. Pemberontakan Andi Azis
Pada tanggal 5 April 1950 di Makassar timbul pemberontakan yang dilakukan
oleh kesatuan-kesatuan bekas KNIL di bawah pimpinan Kapten Andi Azis. Adapun
berbagai tuntutan Andi Azis terhadap pemerintah RIS sebagai berikut.
1) Andi Azis menuntut agar pasukan-pasukan APRIS bekas KNIL saja yang
bertanggung jawab atas keamanan di daerah NIT.
2) Andi Azis menentang dan menghalangi masuknya pasukan APRIS dari TNI
yang sedang dikirim dari Jawa Tengah di bawah pimpinan Mayor Worang.
3) Andi Azis menyatakan bahwa Negara Indonesia Timur harus dipertahankan
supaya tetap berdiri.
IPS SMP/MTs Kelas IX
91
Untuk menumpas pemberontakan
Andi Azis pemerintah RIS melakukan
berbagai upaya, di antaranya adalah:
1) Setelah ultimatum kepada Andi Azis
untuk menghadap ke Jakarta guna
mempertanggungjawabkan per-
buatannya tidak dipenuhi maka
pemerintah mengirim pasukan
untuk menumpas pemberontakan
tersebut.
2) Pemerintah mengirimkan pasukan
ekspedisi di bawah pimpinan
Kolonel Alex Kawilarang dan terdiri
dari berbagai kesatuan dari ketiga
angkatan dan kepolisian.
Selanjutnya APRIS segera bergerak
dan menguasai kota Makassar dan
sekitarnya. Pada bulan April 1950 Andi
Azis menyerahkan diri akan tetapi
pertempuran-pertempuran antara
pasukan APRIS dan pasukan KNIL masih
berlangsung pada bulan Mei dan Agustus
1950.
c. Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)
Pemberontakan ini terjadi di Ambon
pada tanggal 25 April 1950 yang dilakukan
oleh orang-orang Indonesia bekas anggota
KNIL (
Koninklijk Nederlands Indisch Leger
)
yang pro Belanda. Pemberontakan RMS
(Republik Maluku Selatan) dipimpin oleh
Dr. Soumokil, bekas Jaksa Agung Negara
Indonesia Timur.
Untuk menumpas pemberontakan
RMS, pemerintah semula mencoba
menyelesaikan secara damai dengan
mengirimkan suatu misi yang dipimpin oleh Dr. Leimena. Akan tetapi upaya ini
tidak berhasil. Oleh karena itu pemerintah segera mengirimkan pasukan ekspedisi
Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka 2, hal. 36
Gb. 4.10
Sebagian besar rakyat Indonesia bagian timur
tidak menghendaki Negara Indonesia Timur
Sumber : 30 Tahun Indonesia Merdeka 2, hlm. 37
Gb.4.11
Andi Azis, mempertanggung jawabkan
perbuatannya di hadapan pengadilan militer
Yogyakarta
Sumber : 30 Tahun Indonesia Merdeka 2, hal. 40
Gb.4.12
Korban-korban pertempuran di kedua pihak
RMS dan pasukan APRIS
92
IPS SMP/MTs Kelas IX
Sumber : 30 Tahun Indonesia Merdeka, 2. Hal. 46
8
Gb.4.13
Pemberontakan PRRI dan Permesta dicurigai
mendapat bantuan dari luar negeri
di bawah pimpinan Kolonel AE. Kawilarang. Pada tanggal 25 September 1950
seluruh Ambon dan sekitarnya dapat dikuasai oleh pasukan pemerintah. Dalam
pertempuran melawan pemberontak RMS ini gugurlah seorang pahlawan ketika
memperebutkan benteng
Nieuw Victoria
, yakni Letnan Kolonel Slamet Riyadi.
Tokoh-tokoh lain dari APRIS (TNI) yang gugur ad
alah Letnan Kolonel S. Sudiarso
dan Mayor Abdullah.
Setelah kota Ambon jatuh ke tangan pemerintah maka sisa- sisa pasukan RMS
melarikan diri ke hutan-hutan dan untuk beberapa tahun lamanya melakukan
pengacauan.
d. Pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indone-
sia (PRRI) dan Pemberontakan Piagam Perjuangan Rakyat
Semesta (Permesta)
Pertentangan antara Pemerintah Pusat dan beberapa Daerah yang menjadi
pangkal permasalahan adalah masalah otonomi dan perimbangan keuangan antara
Pusat dan Daerah. Pertentangan ini semakin meruncing dan terbentuklah Dewan
Banteng, Dewan Gajah, Dewan Manguni, dan pengambilalihan kekuasaan
pemerintah setempat akhirnya pecah menjadi perang terbuka pada bulan Februari
1958, yang dikenal sebagai pemberontakan PRRI-Permesta.
Pada tanggal 10 Februari 1958 Letnan Kolonel Ahmad Husein mengultimatum
kepada pemerintah pusat agar dalam waktu 5 x 24 jam seluruh anggota Kabinet
Juanda mengundurkan diri. Pemerintah mengambil sikap tegas dalam menghadapi
ultimatum tersebut. Perwira-perwira yang duduk di dewan-dewan itu dipecat.
Mereka itu adalah Letnan Kolonel Ahmad Husein (Ketua Dewan Banteng dari Padang,
Sumatera Barat) Kolonel Zulkifli Lubis, Kolonel Simbolon, dan Kolonel Dahlan
Djambek.
Pada tanggal 15 Februari 1958
pemberontakan mencapai puncaknya
ketika Achmad Husein mempro-
klamirkan berdirinya “Pemerintah
Revolusioner Republik Indonesia”
(PRRI) berikut pembentukan kabinet-
nya dan Syafruddin Prawira negara
sebagai Perdana Menteri. Berdirinya
PRRI ini selanjutnya mendapat
sambutan di Indonesia bagian
Timur yang merupakan gerakan
separatis.
IPS SMP/MTs Kelas IX
93
Pada tanggal 1 Maret 1957 Letnan kolonel H.N. Ventje Sumual, panglima TT
VII Timur mengikrarkan Gerakan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Gerakan
ini menuntut dilaksanakannya Repelita dan pembagian pendapatan daerah secara
adil, yakni daerah surplus mendapat 70 % dari hasil ekspor. Tokoh-tokoh lain yang
mendukung Permesta ini antara lain Mayor Gerungan, Mayor Runturambi, dan
Letnan Kolonel Saleh Lahade. Gerakan Permesta ini dapat menguasai daerah
Sumatera Utara dan Sumatera Tengah. Gerakan ini juga mendapat bantuan dari
seorang penerbang sewaan berkebangsaan Amerika bernama Allan Lawrence Pope.
Untuk menumpas PRRI di Sumatera dan Permesta di Indonesia bagian timur
ini pemerintah mengambil sikap tegas yakni dengan kekuatan senjata. Berbagai
operasi yang dilaksanakan antara lain:
1) Operasi Tegas di bawah pimpinan Kolonel Kaharuddin Nasution untuk
menguasai daerah Riau,
2) Operasi 17 Agustus di bawah pimpinan Kolonel Ahmad Yani untuk
mengamankan daerah Sumatera Barat,
3) Operasi Sapta Marga di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Djatikusumo untuk
mengamankan daerah Sumatera Utara, dan
4) Operasi Sadar di bawah pimpinan Letnan Kolonel Dr. Ibnu Sutowo untuk
mengamankan daerah Sumatera Selatan.
Dengan berbagai operasi di atas akhirnya para pimpinan PRRI menyerah. Pada
tanggal 29 Mei 1961 secara resmi Achmad Husein melaporkan diri beserta anak
buahnya. Sedangkan untuk menumpas pemberontakan Permesta di Indonesia bagian
Timur dilancarkan operasi gabungan, yakni Operasi Merdeka di bawah pimpinan
Kolonel Rukminto Hendraningrat. Pada tanggal 18 Mei 1958 pesawat Allan Lawrence
Pope ditembak jatuh di kota Ambon dan pada bulan Agustus 1958 gerakan Permesta
dapat ditumpas. Adapun sisa-sisa gerakan ini masih ada sampai tahun 1961 namun
atas seruan pemerintah untuk kembali ke NKRI mereka berangsur-angsur memenuhi
himbauan pemerintah Indonesia.
Berbagai pergolakan di daerah tersebut di atas sebagai dampak dari hubungan
pemerintah pusat dan daerah yang kurang harmonis. Dengan demikian kehidupan
politik nasional dan daerah sampai awal tahun1960-an tidak stabil
Pemilihan Umum merupakan sarana untuk menegakkan demokrasi sebab untuk memilih wakil-
wakil yang dipercaya memperjuangkan kepentingan rakyat. Pemilihan Umum di Indonesia pertama
kali dilaksanakan pada tahun 1955. Pada waktu itu jumlah partai, organisasi maupun perorangan
yang menjadi peserta Pemilu sangat banyak atau dikenal dengan sistem multi partai. Jumlah
partai politik pada Pemilihan Umum tahun-tahun berikutnya mengalami perubahan.
Tugas Kelompok
94
IPS SMP/MTs Kelas IX
1. Bentuklah kelompok yang masing-masing kelompok terdiri atas 5-6 anak secara acak !
2. Dengan membaca buku- buku, majalah maupun surat kabar amatilah tanda-tanda gambar
partai politik peserta Pemilihan Umum tahun 1955 dan Pemilihan Umum tahun 2004 berikut
ini!
a. Beberapa contoh partai pada Pemilihan Umum I Tahun 1955
b. Beberapa contoh partai pada Pemilihan Umum Tahun 2004
PNI
3. Tulislah jumlah anggota DPR pusat yang mewakili partai-partai di atas!
4. Analisa :
a) Bagaimanakah pelaksanaan Pelaksanaan Pemilihan Umum I tahun 1955 sesuai dengan
azas Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia?
b) Mengapa Pemilihan Umum I tahun 1955 hasilnya tidak memenuhi harapan rakyat?
c) Bagaimana usul/saran kamu agar dalam pelaksanaan kampanye Pemilihan Umum
dalam situasi yang tertib dan aman?
5. Setelah kalian melengkapi tugas di atas, presentasikan di depan kelas tugas kamu secara
kelompok!
Keterangan : Kerjakan tugas ini di kertas lain!
IPS SMP/MTs Kelas IX
95
Rangkuman Materi
1. Pada tanggal 27 Desember 1949 negara Indonesia diakui kedaulatannya oleh Belanda
dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). Bentuk negara serikat ternyata tidak
banyak mendapat dukungan rakyat karena tidak sesuai dengan jiwa Proklamasi 17 Agustus
1945 yang menghendaki persatuan seluruh bangsa Indonesia. Oleh karena itu bangsa
Indonesia berusaha untuk kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada
tanggal 17 Agustus 1950 bangsa Indonesia telah kembali ke NKRI dengan menggunakan
UUD Sementara tahun 1950. Sejak itulah negara Indonesia menerapkan Demokrasi
Liberal.
2. Pemilihan umum I tahun 1955 berhasil memilih anggota DPR dan Konstituante (Badan
Pembuat UUD). Walaupun Pemilu I berjalan lancar dan aman akan tetapi hasilnya tidak
membawa perubahan bagi rakyat karena anggota DPR yang terpilih hanya mementingkan
kepentingan partainya, sedangkan konstituante gagal menyusun UUD sehingga negara
dilanda krisis politik.
3. Krisis politik yang berkepanjangan karena Konstituante gagal menyusun UUD maka Presiden
Soekarno mengeluarkan Dekrit pada tanggal 5 Juli 1959 untuk kembali ke UUD 1945.
Dekrit Presiden tersebut berpengaruh besar terhadap kehidupan bernegara, baik di bidang
politik, ekonomi maupun sosial budaya.
4. Kehidupan politik nasional sampai awal tahun 1960 an tidak stabil. Dengan sistem Kabinet
Parlementer, kabinet tidak berumur panjang karena saling menjatuhkan. Selain itu hubungan
Pemerintah Pusat dan daerah yang kurang harmonis dan terjadi persaingan ideologis dan
terjadi pergolakan sosial politik. Pemerintah juga banyak mencurahkan tenaga untuk
menciptakan keamanan akibat munculnya berbagai pemberontakan seperti APRA, Andi
Azis, RMS, dan PRRI-Permesta.
96
IPS SMP/MTs Kelas IX
Refleksi
Dari uraian di atas maka sikap dan perilaku yang dapat kita teladani antara lain sebagai
berikut.
1. Keinginan kembali ke bentuk Negara Kesatuan RI menunjukkan jiwa persatuan yang
telah lama diidam-idamkan oleh bangsa Indonesia dan harus dipertahankan sampai
kapan pun juga.
2. Pemilihan Umum I berlangsung sukses merupakan pengalaman pertama bangsa
Indonesia dalam menegakkan demokrasi untuk menghargai perbedaan politik.
IPS SMP/MTs Kelas IX
97
Ayo kerjakan di buku tugasmu!
I. Berilah tanda silang (X) pada huruf a, b, c, atau d di depan jawaban yang tepat!
1. Ketika Indonesia diakui kedaulatannya oleh
Belanda pada tanggal 27 Desember 1949
dengan nama negara RIS maka negara RI
....
a. masih tetap tegak berdiri sejajar RIS
b. negara RI dinyatakan telah bubar
c. RI merupakan bagian dari negara RIS
d. Negara RI tidak jelas statusnya
2. Aksi-aksi yang dilakukan rakyat Indonesia
yang menuntut untuk kembali ke Negara
Kesatuan di lakukan di daerah ....
a. Negara Indonesia Timur dan Kaliman-
tan
b. Negara Sumatera Timur dan Negara
Sumatera Selatan
c. Negara Jawa Timur dan Negara
Pasundan
d. Negara Madura dan Negara Jawa Timur
3. Sejak tahun 1950 pemerintahan mulai tidak
stabil disebabkan ....
a. adanya sistem Demokrasi Liberal dan
Kabinet Parlementer
b. adanya pergantian Konstitusi RIS
menjadi UUD S 1950
c. negara kesatuan menghambat kemaju-
an bagi rakyat kecil
d. masa peralihan yang mendadak dari
negara Serikat
4. Tujuan Pemilu I tahun 1955 adalah untuk
memilih ....
a. anggota DPR dan MPR
b. Presiden dan Wakil Presiden
c. anggota Kabinet Parlementer
d. anggota DPR dan Konstituante
Uji Kompetensi
5. Faktor penyebab dibubarkannya DPR dan
Badan Konstituante adalah ....
a. DPR dan Konstituante tidak mewakili
seluruh rakyat
b. Banyak tokoh-tokoh PKI yang menjadi
anggota DPR
c. DPR dan Konstituante tidak dapat
bekerja dengan baik
d. DPR dan Konstituante tidak menaati
Presiden
6. Salah satu tujuan dikeluarkannya Dekrit
Presiden tanggal 5 Juli 1959 adalah ....
a. mempertahankan Badan Konstituante
b. membentuk Kabinet Gotong Royong
c. kembali ke Undang-Undang Dasar 1945
d. kembali ke Undang-Undang Dasar
Sementara 1950
7. Salah satu isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959
adalah ....
a. berlakunya kembali UUD 1945
b. berlakunya kembali UUD S 1950
c. pembentukan bandan Konstituante
d. pembubaran MPRS dan DPAS
8. Faktor yang menyebabkan kurang
harmonisnya hubungan antara pemerintah
pusat dengan pemerintah daerah pasca
pengakuan kedaulatan adalah ....
a. pemerintah pusat sewenang-wenang
dalam memungut pajak
b. tidak ada perimbangan pembagian
jabatan di pemerintahan pusat
c. pemerintah pusat tidak adil dalam
pembagian hasil ekspor
d. hak otonomi daerah menjadikan bupati
bagaikan raja kecil
98
IPS SMP/MTs Kelas IX
10. Perhatikan peta berikut ini!
Pada peta di atas, lokasi Pemberontakan
PRRI ditunjukkan
pada angka ....
a. I
c. III
b. II
d. IV
9. Pergolakan sosial politik diawali dengan
gerakan pengambilalihan kekuasaan oleh
Dewan Banteng yang dipimpin oleh ....
a. Kolonel M. Simbolon
b. Letnan Kolonel Ahmad Husein
c. Letnan Kolonel Barlian
d. Letnan Kolonel H. N. Ventje Samual
II. Jawablah dengan singkat pertanyaan-pertanyaan berikut ini! Kerjakan di kertas lain!
1. Jelaskan secara singkat proses kembalinya bentuk negara Serikat ke Negara Kesatuan RI!
2. Sebutkan negara-negara bagian dan daerah otonom pada waktu Indonesia berbentuk negara
Serikat !
3. Mengapa bentuk negara Serikat tidak banyak mendapat dukungan dari rakyat Indonesia?
4. Mengapa pada Pemilu I tahun 1955 di samping untuk memilih anggota DPR juga untuk memilih
anggota Konstituante?
5. Jelaskan bahwa walaupun Pemilu I tahun 1955 berjalan sukses akan tetapi hasil pemilu tidak
memenuhi harapan rakyat?
6. Jelaskan latar belakang dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959!
7. Sebutkan isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959!
8. Jelaskan secara singkat pengaruh yang ditimbulkan dalam bidang politik sejak dikeluarkannya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 !
9. Jelaskan secara singkat pengaruh Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dalam kehidupan ekonomi
bangsa Indonesia!
10. Jelaskan latar belakang munculnya pemberontakan Andi Azis di Makassar pada tahun 1950 !